SEJARAH MALUKU
Seperti daerah – daerah lainnya di Indonesia, Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki perjalanan sejarah cukup panjang yang tidak dapat dilepas-pisahkan dari sejarah Indonesia secara keseluruhan.
Meskipun di daerah Maluku belum pernah ditemukan fosil/kerangka manusia purba, namun ada asumsi yang mengatakan, bahwa di Maluku pernah hidup manusia purba yang mempunyai kemiripan dengan manusia Homo Sapiens,
yaitu manusia purba yang hidup sekitar 40.000 tahun SM di daratan Jawa dan pulau – pulau lain di Nusantara ini sebenarnya adalah manusia Australoid, yaitu suatu ras manusia yang punya kemiripan dengan penghuni pertama Pulau Seram.
Sebagai daerah yang cukup subur, Maluku tentu saja mengundang kedatangan kaum migrant dari berbagai kawasan yang menimbulkan gelombang perpindahan dan menghasilkan percampuran kebudayaan antara penghuni lama/asli dengan
suku-suku pendatang yang kemudian melahirkan suku-suku baru, seperti suku Alune dan suku Wemale yang mendiami Pulau – pulau seram, Buru, dan Halmahera yang di duga merupakan nenek moyang suku – suku Alifuru, Togifil,
dan Furu-Aru.Pada awal abad ke-7 pelaut – pelaut dari daratan Cina pada masa Dinasti Tang, telah menyinggahi daerah-daerah di kepulauan Maluku untuk mencari rempah –rempah, namun mereka merahasiakannya agar tidak diketahui
oleh bangsa – bangsa lain dalam mencari rempah- rempah itu.Pada jaman keemasan Kerajaan Sriwijaya di Abad ke-12, Kepulauan Maluku termasuk dalam wilayah kekuasaan kerajaan itu. Pada Abad ke-14, Majapahit mengambil alih kekuasaan
maritime di hamper seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk pula Kepulauan Maluku. Para pedagarng dari Eropa, seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda baru menemukan jalan ke Kepulauan Maluku pada Abad ke-16.Masuknya agama Islam melalui pedagang – pedagang dari Aceh,
Malaka, dan Gresik pada Abad ke-14 dan ke-15 turut memperkenalkan bentuk pemerintahan yang lebih rapi dan teratur, seperti pada Kesultanan Ternate, Tidore, Bacan serta Jailolo. Pada tahun 1512, bangsa Portugis yang telah menemukan jalan ke Kepulauan Maluku dan
menjalin persahabatan dengan Kesultanan Ternate, diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikapoli dan Hitulama serta Mamala. Sembilan tahun kemudian, Spanyol mulai menapakkan kaki di Kepulauan Maluku dan mendirikan benteng di Tidore.Tahun 1570, karena kalah perang
dengan Kesultanan Ternate yang diperintahkan Sultan Baabullah, Portugis diusir dari Ternate dan pindah ke Ambon. Tahun 1577 armada Inggris tiba di Ternate. Bangsa Belanda pun mulai mengincar Maluku dan membantu Hitu dalam perang melawan Portugis di Ambon dan Portugis
akhirnya dapat dikalahkan dan harus menyerahkan benteng pertahanannya yang ada di Ambon kepada Belanda, demikian pula dengan bentent Inggris di Kambelo – Pulau Seram. Sejak saat itu, Belanda menguasai sebagian besar kepulauan Maluku. Posisi Belanda semakin kuat dengan
berdirinya VOC pada tahun 1602 sehingga Belanda praktis menjadi pemegang monopoli perdagangan rempah – rempah di Kepulauan Maluku. Untuk memperkuat kedudukannya di Maluku, Belanda membentuk badan administratif yang disebut Governement van Amboina, demikian pula di Banda,
Kei, Aru, Tanimbar serta teon-Nila Serua yang berada di bawah pengawasan Governement van Banda.System monopoli yang diterapkan Belanda dalam perdagangan rempah –rempah lambat laun mengundang perlawanan rakyat Maluku yang merasa tidak suka dengan penerapan system monopoli tersebut,
sehingga muncullah perlawanan rakyat dimana – mana terhadap belanda. Tahun 1643 Kakiali mengobarkan perlawanan terhadap Belanda. Tahun 1644 Tulukabessy dan Fatiwani bangkit melawan Belanda, namun pada tahun 1646 perlawanan rakyat itu dapat dihancurkan Belanda dan Tulukabessy dihukum
gantung di Benteng Victoria pada tahun 1648.Situasi Eropa turut mempengaruhi keadaan tanah jajahan Belanda di Nusantara tidak terkecuali di kepulauan Maluku. Tahun 1795, Kerajaan Belanda ditaklukkan oleh Perancis dan pada tahun 1799 VOC di bubarkan. Pada tahun 1810, Kerajaan Belanda
menjadi bagian dari Kerajaan Perancis. Kondisi ini sangat berpengaruh bagi kekuasaan Belanda di Kepulauan Maluku. Tahun 1810 kekuasaan Belanda di Maluku jatuh ke tangan Inggris. Inggris Menguasai Maluku sejak tahun 1811 - 1817Tahun 1814, sesuai Konvensi London, Inggris harus mengembalikan
daerah – daerah jajahan yang direbutnya itu kepada Belanda. Tahun 1817, Belanda mulai mengatur kembali pemerintahannya di Maluku dan menyatukannya dalam satu government, yaitu Governement de Molukken.
Apa yang Anda ingat dari sejarah Maluku? Tentunya sosok pahlawan perjuangan yang sejak sekolah dasar dikenal kepada kita. Pahlawan tersebut adalah Thomas Matulessy yang kemudian diberi gelar Kapiten Pattimura.
Padahal lebih dari itu, Maluku ternyata menyimpan sejarah sebagai provinsi tertua sejak kemerdekaan Republik Indonesia. Melimpahnya rempah-rempah di Maluku menjadi cikal-bakal perjalanan panjang sejarah penjajahan di Maluku.
Al-Mulk
Maluku dikenal kawasan Seribu Pulau, mempunyai ragam sosial budaya dan kandungan alam melimpah ruah. Ditarik dari sisi sejarah, kepulauan Maluku terdiri dari kerajaan-kerajaan Islam yang menguasai pulau itu. Nama Maluku sendiri berasal dari kata bahasa Arab Al-Mulk yang mempunyai makna tanah kerajaan.
Rempah
Maluku juga memiliki perjalanan sejarah panjang, seperti juga daerah lain, yang tak bisa dilupakan begitu saja. Sejak dahulu kala, Maluku yang kaya akan rempah ini dikenal di lintas internasional.
Abad ke-7 pelaut Cina Dinasti Tang, kerap mengunjungi Maluku mencari rempah-rempah. Mereka merahasiakannya kayanya Maluku, agar tak ada bangsa lain yang datang.
Namun pada abad ke-9 pedagang Arab akhirnya menemukan Maluku setelah terombang-ambing mengarungi Samudra Hindia. Selanjutnya, pada abad ke-14 merupakan era perdagangan rempah Timur Tengah dan menjadi sumber masuknya agama Islam di Maluku melalui pelabuhan Aceh, Malaka, dan Gresik.
Portugis
Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang menemukan Maluku. Tepatnya pada tahun 1512 membawa dua armada di bawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau. Seperti biasa, mereka melakukan kunjungan ke raja-raja dan mendapatkan izin mendirikan benteng. Namun hubungan tidak lama.
Portugis melakukan sistem monopoli dan menyebarkan agama Kristen. Sejarah mencatat, persahabatan Portugis dan kerajaan Ternate di Maluku berakhir pada 1570 oleh perlawanan Sultan Babullah selama 5 tahun tepatnya sejak tahun 1570 hingga 1575.
Portugis angkat kaki dari Ternate. Hal ini lansung dimanfaatkan oleh Belanda untuk masuk ke Maluku. Belanda semakin kuat karena adanya VOC. Belanda pun menjadi penguasa tunggal di kepulauan Maluku.
Pahlawan
Belanda mendapat tantangan keras dari rakyat Maluku karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan sesama masyarakat memburuk. Di bawah pimpinan Thomas Matulessy yang kelak diberi nama Kapitan Pattimura, rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata.
Thomas tak lain adalah bekas sersan mayor tentara Inggris. Meski kemenangan perjuangan awal kian menggelorakan pemuda-pemuda lain, namun kelicikan Belanda pada akhirnya memprokporandakan para pejuang. Pattimura pun dihukum mati.
Jepang
Berkecamuknya perang pasifik pada 1941 mencatat kisah sejarah penjajahan di Indonesia. Gubernur Jenderal Belanda kala itu, melalui radio menyatakan pemerintah Hindia Belanda berada dalam keadaan perang dengan Jepang.
Sementara tentara Jepang tidak menemui banyak kesulitan saat merebut kepulauan di Indonesia. Mereka masuk dari daerah utara melalui pulau Morotai sementara arah timur melalui pulau Misool. Akhirnya, dalam waktu singkat seluruh wilayah Kepulauan Maluku dikuasai.
KE 2
Oleh: Muliansyah Abdurrahman Ways
Maluku Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang baru
memekarkan di tahun 1999 dari provinsi induknya Maluku, dimana daerah
tersebut selain dikenal daerah para raja-raja juga dikenal sebagai
daerah yang memiliki kekayaan alam rempah-rempah dan penghasil ikan
laut. Melihat kekayaan perut bumi Maluku Utara cukup melimpah dan punya
nilai tawar yang sangat tinggi baik dalam wilayah perairan Republic
Indonesia maupun bangsa-bangsa lainya. Patut di syukuri atas limpahan
rahmat Tuhan Yang Maha Esa dengan begitu bannyaknya penciptakan
kehidupan alam di muka bumi ini khususnya bumi Moloku Kie Raha. Namun
Maluku Utara juga di bangun atas dasar local wisdom yang akan menjadi
pemikat utama daerah tersebut untuk di bangun. Oleh karena itu sederet
dengan kata diatas maka pembangun daerah tidak terlepas dengan
pembangunan manusia yang notabene adalah kehadiran mahasiswa itu
sendiri, dimana mahasiswa menjadi tulang punggung daerah dan investasi
daerah di masa akan mendatang.
Pembangunan daerah menjadi tugas dan tanggung jawab bersama oleh
seluruh elemen-elemen di daerah baik PEMDA (Pemerintah Daerah),
Mahasiswa, akademisi, LSM maupun masyarakat secara luas. Sehingga
bidikan untuk membangun daerah demi masyarakat yang sejahterah dan
cerdas dapat di wujudkan, Pertanyaan kemudian adalah apakah
penyelenggaraan kekuasaan Negara khususnya di Maluku Utara atau dalam
hal ini PEMDA yang bagian dari pengambil kebijakan di wilayah tersebut
sudahkah melakukan penyaringan terhadap hal itu atau paling tidak punya
perhatian khsusus terhadap kaumla muda/mahasiswa yang merupakan
investasi utama dalam membangun daerahnya. Gaya pemerintah elitis dan
menampilkan arogansinya adalah salah satu factor ketidakpercayaanya
masyarakat mahasiswa terhadap jalanya pemerintahan dan kemudian
melahirkan banyak persoalan-persoalan yang berkaitan dengan relasi
antara mahasiswa dengan PEMDA dan masayarakat pada umumnya.
Perilaku PEMDA yang arogan dan elitis berdampak pada relasi mahasiswa
dengan PEMDA, sehingga daerah hanya menjadi sarang korupsi, kolusi,
nepotisme dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sangat lemah.
Apalagi mahasiswa bagian dari social control, social change dan social
forces, mereka kapan saja dan dimana saja pasti melakukan sebuah
perubahan baik di tingkatan system dan di masyarakat sendiri. Banyak
keluhan mahasiswa dari berbagai strata S1, S2 hingga S3 ketika menyentuh
dengan PEMDA Maluku Utara dalam pembiyayaan studi di luar Maluku Utara
antara lain di Manado, Makassar dan di pulau Jawa. Pemberian wasilitas
asrama kepada mahasiswa tanpa ada kejelasan, dan hajatan mahasiswa pun
tak di perdulikan oleh PEMDA setempat. Inikah arogansinya PEMDA ketika
sudah bersentuhan dengan mahasiswa atau ini bagian dari bobroknya
birokrasi di lingkungan PEMDA Maluku Utara.
Seorang Gaetano Mosca dalam bukunya The Rulling Class pernah
mengingatkan bahwa ada yang namanya “sirkulasi elite” dimana elite yang
berkuasa adalah orang-orang yang duduk di tempat-tempat strategis
diataranya Gubernur, Buapti, Walikota dan kroni-kroninya. Dia mencoba
mengklasifikasikan elit ini ke dalam dua status yaitu elit yang berada
dalam stuktur kekuasaan dan elit yang diluar stuktural yaitu masyarakat.
Elit berkuasa menurut Mosca yaitu elit yang mampu dan memiliki
kecakapan untuk memimpin dan menjalankan control social. Dalam proses
komunikasi, elit berkuasa merupakan komunikator utama yang mengelola dan
mengendalikan sumber-sumber komunikasi, sekaligus mengatur “lalu
lintas” transformasi pesan-pesan komuniaksi yang mengalir baik secara
horinzontal maupun vertical. Elit berkuasa selalu menjalin komunikasi
dengan elit masyarakat untuk mendapatkan legitimasi dan memperkuat
kedudukan sekaligus mempertahankan status quo. Hal ini dapat di
korelasikan dengan elite PEMDA dan masyarakat mahasiswa yang di maksud,
maka kedua elite tersebut bukan menjalin simbiotik mutualisme tetapi
justru teori terbaliklah yang membuat kerenggangan antara PEMDA dan
Mahasiswa.
Padahal kalau di telisik lebih jauh bahwa sumber kerenggangan antara
mahasiswa dan PEMDA bukan pada persoalan bobtroknya sebuah system
demokrasi, akan tetapi yang menjadi symbol kerenggangan adalah ruang
dialog antara PEMDA dan mahasiswa agak langkah bahkan tidak pernah.
Sehingga inilah penulis maksud bahwa gaya arogansi dan elitisnya PEMDA
menjadi dilema. Kasus beberapa hari yang lalu hajatan mahasiswa Maluku
Utara Se-Indonesia di Makassar yang sebelumnya tahun 2009 di laksanakan
di Jakarta yang di beri nama “Kongres Mahasiswa Maluku Utara
Se-Indonesia” yang bertajuk konsolidasi dan silaturrahmi agar memupuk
persatuan dan kesatuan mahasiswa Maluku Utara dalam bingkai marimoi
ngone future. Nampaknya tidak satupun symbol-simbol atau muspida PEMDA
Maluku Utara yang datang menggelorahkan kegiatan mahasiswa tersebut,
seolah PEMDA “acu” terhadap hajatan mahasiswa yang setiap tahun di
laksanakan. PEMDA tidak satupun unjuk gigi pada kegiatan yang
dilangsungkan, sehingga pada saat itu ketua umum mahasiswa Maluku
Utara-Makasasr dalam sambutanya juga sempat menyinggung bahwa ”kami
tidak iklas nama atau logo yang terpampan di depan kami” (kata Tilawa).
Ketidakpeduliannya PEMDA terhadap mahasiswa itulah membuat mahasiswa
semakin kecewa terhadap sikap atau perilaku PEMDA Maluku Utara yang
sangat arogan dan elitis. Kenapa PEMDA tidak begitu welcome untuk
membuka ruang dialog dengan mahasiswa, jangan menganggap remeh dengan
mahasiswa, karena mahasiswa adalah biang dari agen perubahan itu
sendiri. Cobalah kita membalik paradigma bahwa mahasiswalah yang menjadi
investasi pembangunan manusia Maluku Utara dimasa akan datang. Kalau
ini sudah terbangun, maka tidak ada lagi pemisahan dan menganggap
mahasiswa bagian dari ancaman. Justru yang terjadi adalah mahasiswalah
bagian dari tulang punggung daerah.
Oleh karena itu, sikap arogan dan elitis di lingkungan PEMDA Maluku
Utara diharapkan tidak terulang lagi, jadikan PEMDA Maluku Utara sebagai
sentral dilaketika untuk membangun bangsa dan daerahnya. Bukalah ruang
dialogis antara PEMDA dan Mahasiswa agar terciptanya komunikasi yang
intens dan konsolidasi aktif untuk mencari solusi yang solutif, sehingga
berbagai elemen mampu menjawab, mengartukulasikan dan dapat
mendefinisikan tantanagan yang dihadapi oleh masyarakat Maluku Utara.